Kamis malam, bertepatan dengan tanggal 8 September 2022, Sekolah Pemikiran Islam (SPI Bandung) kembali menggelar pertemuan keduanya yang bertempat di Ruang Tafsir masjid Istiqomah Citarum. Tema yang diangkat kali ini adalah Ghozwul Fikr, yang mana kalau kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara letterlijk berarti Perang Pemikiran. Ustadz Akmal Sjafril, yang merupakan Kandidat Doktor Ilmu Sejarah UI kembali menjadi pemateri di malam tersebut.
Materi diawali dengan penjelasan secara etimologis, yang mana di dalamnya terdiri dua unsur kata yakni ghozwah (perang), dan al-fikroh (pemikiran). Sebelum menginjak pada pemaparan secara terminologis, sejenak beliau ingin meluruskan tentang apa dan bagaimana itu bentuk ghozwul fikr, yang menurut pengalaman beliau ketika SMP, hanya berkutat pada 3F, Fun (hiburan), Food (makanan dan minuman yang membawa pada perilaku konsumtif), and Fashion (pakaian). Sifat dan bentuk perang yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam sudah mulai berubah haluan, maka bentuk pencegahan dan perlawanan pun sudah mestinya dirubah oleh umat Islam. Beliau menyebutkan, bahwa orang-orang yang di zaman ini menjadi gembong pemantik perang terhadap umat Islam, tidak terkategorisasi dalam 3 hal tersebut di atas. Kalau di awal-awal abad ke-21 ada JIL, dan seluruh umat Islam bersatu-padu melawan pemikiran mereka, maka pada hari ini dedengkot JIL sudah masuk dalam pemerintahan.
Ayat ke 120 dari surat Al-Baqoroh menjadi pembuka untuk lanjut ke tahapan materi yang lebih terperinci. Kata demi kata, kalimat demi kalimat beliau jelaskan, dan kemudian dikomparasikan dengan realitas yang tengah terjadi di tengah-tengah umat Islam. Beliau melemparkan sebuah pertanyaan kepada para peserta, "Mengapa hanya disebutkan Yahudi dan Nasrani saja di dalam ayat ini? Kenapa tidak ada agama-agama lain?". Sejenak para peserta pun terdiam sembari mengernyitkan dahinya pertanda sedang berfikir keras. Tak lama beliau pun menjawab, "Karena Yahudi dan Nasrani adalah yang terdekat dengan umat Islam, karena sama-sama ahli kitab. Kalau yang dekat saja sudah tidak rela dengan umat Islam, bagaimana dengan yang jauh?".
Masih terkait dengan ayat ke 120 dari surat Al-Baqoroh tersebut, yang berbunyi, ولئن اتبعت أهواءهم بعد الذي جاءك من العلم مالك من الله من ولي ولا نصير, ayat tersebut cukup menjelaskan bahwa pemikiran, ideologi, dan isme-isme yang ditawarkan oleh mereka bukanlah sejatinya ilmu yang membawa umat manusia menuju ke peradaban yang lebih baik, melainkan hanya sekedar hawa nafsu saja. Sedangkan Allah-lah yang memberikan kita ilmu. Isme-isme yang mereka tawarkan sejatinya hanyalah kamuflase, kebohongan, dan absurd. Sejarah terus berulang, dan berulang pulalah kegagalan-kegagalan ideologi yang dianut musuh-musuh Islam tersebut. Kita tentu tahu ideologi marxisme, komunisme, dan leninisme, yang diawal abad ke 20 menjadi lawan dari ideologi kapitalisme? Dan buku-buku yang berkaitan dengan ideologi tersebut seolah-olah dijadikan sebagai kitab suci dan pegangan bagi kalangan muda-mudi yang mengaku intelektual. Ideologi tersebut gagal, dan tak bisa menjawab tantangan zaman. Omong kosong yang ditawarkan oleh tokoh mereka mengenai kesetaraan dan kesamaan dalam hal ekonomi dan penghidupan, hanya menjadi lip service belaka. Pada realitasnya, kehidupan para tokoh-tokoh mereka amat kontradiktif dengan keadaan masyarakat yang menjadi penganut ajaran mereka.
Ayat tersebut sejatinya menjadi hujjah untuk kita, jikalau kita mengikuti hawa nafsu mereka, maka Allah memberi peringatan bahwa kita tidak akan memiliki pelindung dan penolong lagi. Lantas, apakah Barat yang selama ini menjadi "trendsetter" bagi sebagian kalangan, akan menjadi pelindung bagi umat Islam? Barat, yang memang sudah sejak lama menjadi poros permusuhan terhadap Islam, saat ini sudah nampak tanda-tanda kehancuran sosialnya.Ideologi yang mereka tawarkan sudah gagal memperbaiki kehidupan sosial di sana. Lantas, masihkah kita "membebek" kepada mereka?
Ghozwah.
- Bermakna konfrontasi yang terencana untuk satu tujuan penaklukkan.
- Konfrontasi mengharuskan kita siap untuk memberikan perlawanan.
- Aspek perencanaan membedakan antara perang dan tawuran atau hal lainnya. Maka semakin tinggi level perang yang dilakukan musuh Islam, maka harus semakin tinggilah perencanaan.
- Karena tujuannya penaklukkan, maka ada urgensi yang harus disadari.
- Fikroh menjadi penting karena manusia adalah makhluk yang dikendalikan oleh akalnya, demikian juga segala potensi dirinya hanya bisa dimanfaatkan sesuai kondisi akalnya.
- Aspek pemikiran ini menunjukkan bahwa perang ini hanya bisa dimenangkan dengan ilmu. Artinya, yang lebih berilmu-lah yang akan menjadi pemenang.
Pemikiran dan Bahasa.
Serangan pemikiran yang paling sederhana diawali dengan bahasa yang terdiri dari kata-kata. Sebab, setiap kita mewakili sebuah konsep, dan setiap konsep mewakili sebuah pemikiran.
Selanjutnya, beliau membawakan kalimat-kalimat absurd dari kalangan musuh-musuh Islam, yang sebenarnya jauh sekali dari sikap kritis dan ilmiah, justru malah terkesan ceroboh dan tidak logis.
Modus-modus yang sering mereka lakukan dari tiga aspek; media, pendidikan, dan hiburan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar