RUU HIP: SEJARAH PANCASILA, PENGKHIANATAN TERHADAP UMAT ISLAM, DAN SIKAP OTORITER SOEKARNO DALAM BERNEGARA

Pembahasan mengenai RUU HIP -yang diinisiasi oleh fraksi PDIP di parlemen- kian memanas. Kendati pembahasan tersebut ditunda, kelompok masyarakat terutama dikalangan umat Islam masih terus menyuarakan penolakan tersebut. Kecurigaan menyeruak, mulai dari tuduhan adanya peran komunis dalam RUU tersebut -karena tidak mencantumkan Tap MPRS yang membubarkan dan melarang PKI serta segala hal berbau komunisme-, mendegradasi atau melemahkan Pancasila, sikap otoriter pemerintah dalam menafsirkan Pancasila, bentuk Soekarnoisasi Pancasila -karena mencantumkan ide pemerasan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila-, dan kecurigaan sebagai bentuk Islamphobia negara -karena menghapus sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan menggantinya menjadi Ketuhanan Yang Berkebudayaan di sila terakhir-.

Semua elemen umat Islam menolak keras upaya distorsi Pancasila tersebut, mulai dari MUI, Muhammadiyyah, NU, Persatuan Islam (PERSIS), Front Pembela Islam (FPI), dan kelompok umat Islam lainnya. Bahkan kelompok nasionalis Pemuda Pancasila (PP) pun turut hadir bersama elemen umat Islam tersebut dalam demo tanggal 24 Juni 2020 di depan gedung DPR.

Lantas apa dan bagaimana sebenarnya korelasi RUU HIP dengan peristiwa sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia?  Apa yang menjadi kekhawatiran Umat Islam tersebut jika RUU HIP disahkan? Apakah dengan disahkannya RUU tersebut, akan membawa stabilitas bagi negara? Kita perlu menyikapi hal ini dengan ilmiah dan kepala dingin serta semangat toleransi, dan tak lupa setiap kejadian di negeri ini harus dikomparasikan dengan peristiwa-peristiwa sejarah kemerdekaan bangsa ini.

Sejarah Pancasila

Kejadian sejarah dalam negeri kita merupakan rangkaian peristiwa yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Sehingga amat sulit jikalau hendak diambil satu peristiwa saja, dan meninggalkan bahkan mendistorsi peristiwa yang lainnya.

Membahas mengenai sejarah Pancasila, harus kita tarik mundur ke belakang sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Kita tarik menuju tahun dimana konstelasi politik dunia yang sedang memanas dalam perang dunia ke II, antara blok fasis (Jepang, Italia, dan Jerman) dan blok sekutu (termasuk di dalamnya Belanda). Belanda yang selama 3,5 abad menguasai Nusantara, dibuat bertekut-lutut oleh agresi Jepang di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1942.

Kekuasaan beralih pada Jepang, adapun pihak Hindia-Belanda yang telah menyerah banyak terdapat di kamp-kamp tahanan perang. Sebagian adapula yang memilih pergi ke Australia, bersama dengan para tahanan pribumi di Boven Digoel -yang mayoritas merupakan kelompok komunis-. Di sana terbangun kekuatan sekutu antara pemerintah Hindia Belanda dengan pihak komunis. Dari sini benang merah kita tarik, bahwa semenjak dahulu kaum komunis sering memainkan politik dua kaki, politik bermuka dua.

Sementara di Indonesia, kelompok komunis yang semenjak zaman pemerintahan Hindia-Belanda sering melakukan pemberontakan dan perlawanan, kini tidak berani menampakkan batang hidungnya di hadapan Jepang, hanya berani melakukan gerakan bawah tanah. Salah satu tokoh PKI yang berani melakukan gerakan perlawanan adalah Amir Sjarifoeddin. Beliau membentuk gerakan anti fasis dalam rangka menentang imperialisme Jepang di Indonesia.

Kekalahan demi kekalahan pun dialami oleh Jepang dalam perang Asia Pasifik Raya. Maka dengan siasatnya, Jepang menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia) atau dikenal Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Pembentukan badan ini sejatinya hanyalah iming-iming Jepang agar pihak pejuang Indonesia tidak melakukan perlawanan terhadap Jepang, yang justru akan membuat pihak Jepang semakin lemah.

Sidang BPUPKI dilaksanakan selama 4 hari, tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Dalam bukunya, KH. M. Isa Anshary berkata,
"Menurut sejarah yang kita baca, sila yang lima dari Pancasila mula pertama digali oleh Mr. M. Yamin dalam sebuah pidato beliau pada rapat BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 di Jakarta. Tanggal 29 Mei-lah lahirnya Pancasila, dan penggalinya adalah Muhammad Yamin.

Dalam uraian pidato Muhammad Yamin yang panjang itu, urutan sila yang lima itu disusun sebagai berikut:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)

Tanggal 1 Juni 1945, baru Bung Karno berpidato tentang dasar dari negara yang akan dibentuk, dalam rapat yang sama. Beliau sama sekali tidak mengeluarkan penemuan dan galian baru, hanya membawakan tafsiran dan rumus baru dari sila yang lima yang telah dikemukakan oleh Muhammad Yamin tanggal 29 Mei. Hanya urutannya mendapat perubahan sedikit, sebagai berikut:
1. Kebangsaan
2. Kemanusiaan
3. Demokrasi
4. Kesejahteraan Rakyat
5. Ketuhanan

Karena kecakapan Bung Karno berpidato yang tanpa teks itu, seluruh hadirin terpesona dibuatnya". (Mujahid Da'wah, 156)

Di atas sudah kita simak, bahwasanya ide Pancasila (Dasar Yang Lima) bukan murni dan otentik pemikiran bung Karno, bahkan menurut beberapa sumber ia adalah hasil diskusi dan kompromi antara beliau dan Mr. M. Yamin sebelum sidang BPUPKI. Bahkan Mr. Soepomo pun memberikan dasar yang lima tersebut sebagaimana kedua tokoh itu, meski susunannya berbeda.

Sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dikemukakan oleh Bung Karno -terlepas dari masalah tempatnya di urutan paling akhir-, bersumber dari sekularisme (ketiadaan agama). Ketuhanan yang dimaksud oleh Bung Karno bukan bermakna monoteisme (kepercayaan pada satu Tuhan), tidak bersumber dari wahyu Ilahi, bukan sebagai pengakuan akan kedaulatan Tuhan beserta konsekuensinya -yaitu menjalankan segala hukum Ilahi-, dinamis dan relatif, mengikuti situasi dan kondisi masyarakat saat itu.

Dalam pidatonya di sidang BPUPKI, Bung Karno berkata,
"Prinsip ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semua bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme Agama".

Saudara bisa lihat kalimat-kalimat beliau yang telah saya tebalkan dan garis-bawahi. Ketuhanan yang beliau maksudkan sangat kabur, cendrung pada pluralisme Agama (percampur-adukkan Agama). Ada faham trinitas atau politeisme, monoteisme, dan paganisme yang dicampur-aduk dalam sila tersebut. Dan kalimat beliau "menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa", lebih mengarah pada liberalisasi dalam beragama, kebebasan dalam berketuhanan, bahkan kebebasan dalam anti berketuhanan. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) saat sidang Konstituante, menyisipkan suatu pasal berbunyi, "Pancasila menjamin kebebasan berkeyakinan hidup". Ya, kebebasan untuk bersikap atheis dan anti Agama!

Dalam sebuah pertemuan gerakan pembela Pancasila di Istana tanggal 17 Juni 1954, Bung Karno membuat suatu gambaran tentang wujud ketuhanan yang relatif dan dinamis, mengikuti perkembangan hidup masyarakat dari satu taraf ke taraf lainnya. Dari taraf nomaden, ke taraf agraria atau pertanian, sampai ke taraf industrialisasi, dan lain-lain. Kesimpulan dari tamsil beliau, seseorang yang hidup di taraf nomaden dan agraria membutuhkan Tuhan. Tetapi jika seseorang hidup di taraf industrialisasi, Tuhan tidak dia butuhkan lagi.

Mohammad Natsir mengomentari tafsir dan falsafah Pancasila yang dibawakan oleh Bung Karno,
"Pancasila sebagai falsafah negara itu bagi kami adalah kabur dan tak bisa berkata apa-apa kepada jiwa umat Islam yang sudah mempunyai dan sudah memiliki satu ideologi yang jelas, terang, dan lengkap, dan hidup dalam kalbu rakyat Indonesia sebagai tuntunan hidup dan sumber kekuatan lahir dan batin, yakni Islam.

Dari ideologi Islam ke Pancasila bagi umat Islam adalah ibarat melompat dari bumi tempat berpijak, ke ruang hampa, vacuum, tak berhawa". (Islam Sebagai Dasar Negara, Sidang Konstituante 1957-1959).


[TULISAN INI SAMPAI DENGAN TEMA "SURAT KEPADA MARIDJAN" DI MUAT SESUAI TANGGAL YANG TERTERA PADA SUMBER BLOG PERTAMA]


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Definition List

Definition list
Consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.
Lorem ipsum dolor sit amet
Consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.
Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Ordered List

  1. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  2. Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  3. Vestibulum auctor dapibus neque.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Sample Text

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.