NEGARA PASUNDAN vs RI: Kebijakan Politik dan Kepastian Hukum Terhadap Umat Islam

Oleh: Fian Sofian

Negara Pasundan resmi berdiri pada tanggal 24 April 1948 secara de facto dan de jure di Jawa Barat, dengan wali negara alias presidennya bernama Raden Adipati Aria Wiranatakusumah (kita sebut Wiranatakusumah V). Beliau merupakan menak (priyayi Sunda) sekaligus santri yang memiliki keluasan pandangan mengenai masalah-masalah keislaman. Di Jawa Barat khususnya di Bandung beliau dikenal denga panggilan "Kanjeng Dalem Haji", panggilan tersebut disematkan karena beliau pernah menjalankan ibadah haji saat itu. Sangat jarang priyayi dan pangreh praja melaksanakan haji saat itu.

Di masa kolonialisme Belanda, banyak sekali jabatan politik yang beliau emban. Salah satunya menjadi bupati Bandung sebanyak dua periode. Di masa pendudukan fasis Jepang pun beliau masih diberi kepercayaan untuk mengemban amanah sebagai pemimpin di kota Bandung. 

Hal yang menarik dari Wiranatakusumah adalah kedekatannya dengan tokoh-tokoh Islam di kota Bandung saat itu, terutama Persatuan Islam (Persis) yang digawangi oleh A. Hassan/Hassan Bandung. Hal yang mengindikasikan kedekatannya tersebut adalah dengan beredarnya rumor bahwa A. Hassan didaulat menjadi Menteri Agama dalam pemerintahan Negara Pasundan Jilid II. Bukan hanya A. Hassan yang diberi amanat menduduki jabatan strategis oleh Wiranatakusumah, jauh sebelum berdirinya Negara Pasundan, salah seorang kader Persis -murid A. Hassan- pernah diberi jabatan sebagai Biro Pendidikan Kota Bandung, beliau adalah Mohammad Natsir. Selain A. Hassan dan Moh. Natsir, salah satu tokoh senior Sarekat Islam (SI) bernama Sjafei Wirakusumah juga memiliki kedekatan khusus dengan Wiranatakusumah, dibuktikan dengan pengakuan beliau kepada Ridwan Saidi taatkala meminta konfirmasi. Bahkan Sjafei yang merekomendasikan nama A. Hassan untuk bergabung dalam kabinet Negara Pasundan tahun 1948.

Percaturan pemikiran dan pergerakan Islam di kota Bandung menghantarkan tokoh-tokoh seperti Sjafei Wirakusumah (SI), A. Hassan (Persis), dan Moh. Natsir (Persis) menjadi terkenal di tengah-tengah masyarakat kota Bandung. Maka lumrah, seorang pemimpin sekaliber Wiranatakusumah dengan julukan menak-santri mengenal baik mereka. Tak sampai di situ, tokoh pergerakan nasional seperti Soekarno pun mengenal baik A. Hassan sebagai seorang 'ulama pemikir di kota Bandung. Hal ini dibuktikan dengan surat menyurat antara keduanya tatkala Soekarno diasingkan ke Endeh tahun 1930-an.

Pro Negara Pasundan=Pro Belanda&Anti Kemerdekaan Republik???

Banyak kalangan yang menilai bahwa para pendukung Negara Pasundan adalah orang-orang yang anti kemerdekaan Republik Indonesia, dan menuduh mereka sebagai pro penjajah Belanda. Hal ini pula yang diutarakan oleh sejarawan senior dari Universitas Padjajaran (Unpad), Ahmad Mansur Suryanegara. Kesimpulan yang beliau utarakan dalam bukunya "Api Sejarah" dinilai terburu-buru dan gegabah oleh sejarawan muda, Tiar Anwar Bachtiar. Dalam bukunya "JAS MEWAH" beliau mengkritik kesimpulan dari AMS yang menyebutkan tentang tokoh besar Persis bernama A. Hassan sebagai sosok yang inkonsisten, pragmatis, dan pendukung penjajah Belanda. Benarkah demikian? Hampir 10 halaman dibahas Tiar untuk mengulas lebih dalam kekeliruan AMS.

Hal pertama yang dilakukan oleh Tiar adalah melakukan kroscek di beberapa arsip nasional mengenai keterkaitan A. Hassan dengan Negara Pasundan. Sama sekali tidak ditemukan nama A. Hassan dan Sjafei Wirakusumah dalam jajaran kabinet Negara Pasundan. Akan tetapi dari beberapa sumber sejarawan lain yang pernah melakukan korespondensi dengan Sjafei Wirakusumah, mereka berkesimpulan bahwa benar A. Hassan pernah terlibat langsung dengan Negara Pasundan. Hal ini pun "diamini" oleh Tiar. Hanya saja yang menjadi ganjalan Tiar, sikap dari AMS yang cendrung tergesa-gesa, gegabah, dan simplistis dalam membuat kesimpulan terhadap A. Hassan. 

Hal berikut yang dilakukan Tiar adalah dengan mendudukan status quo Republik Indonesia yang sesaat pasca proklamasi kemerdekaan belum memiliki batas teritorial yang jelas. Terlebih belum ada negara luar yang mengakui secara de facto kedaulatan Republik Indonesia pasca proklamasi. Justru perundingan-perundingan yang digelar semakin merugikan pihak Republik Indonesia, dan batas teritorial wilayah Republik hanya sebatas Sumatera, Jawa, dan Madura. Ditambah setelah perjanjian Renville, Jawa Barat bukan lagi bagian dari Republik Indonesia. 

Meski Palestina mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto, hal itu diungkapkan setahun sebelum proklamasi kemerdekaan. Dan pasca proklamasi 17 Agustus 1945, Mesir mengakui kemerdekaan RI pada Maret 1946 secara de facto, dan barulah pada Juni 1947 secara de jure. Pengakuan-pengakuan tersebut belum dapat menjadikan teritorial Republik Indonesia berdaulat penuh seperti sekarang, karena sebab perundingan-perundingan yang dilakukan pemerintah RI saat itu justru membuat wilayah Republik semakin mengecil.

Banyak hal lain yang diungkap oleh Tiar dalam kritiknya terhadap AMS. Tiar menyebut faktor kedekatan A. Hassan dengan SI dan Wiranatakusumah, yang menjadi sebab dukungan A. Hassan terhadap Negara Pasundan. A. Hassan merupakan anggota khusus SI cabang Bandung. A. Hassan sering ikut dalam rapat-rapat internal SI, yang mana S.M. Kartosuwiryo menjadi salah satu petingginya. Tatkala nama Wiranatakusumah dinobatkan sebagai wali atau presiden Negara Pasundan, maka PSII -yang merupakan partai politik besutan SI- mendukungnya, pun dengan A. Hassan.

Dan faktor primer yang menjadi penyebab dukungan A. Hassan terhadap Negara Pasundan, menurut Tiar dikarenakan kepastian dan jaminan yang diberikan Negara Pasundan terhadap umat Islam di Jawa Barat. Dalam Sidang Parlemen Sementara Negara Pasundan tanggal 22 April 1948 di Bandung, secara khusus disebutkan dalam pasal 76 UUD Negara Pasundan tentang hak khusus terhadap umat Islam. (Jas Mewah, 232). Hal ini justru berbanding terbalik dengan sikap RI yang menghapus isi sila pertama Pancasila dalam menjamin terpelihara dan terselenggaranya syariat Islam, pada tanggal 18 Agustus.

Menjadi realistis jika A. Hassan dan kelompok pergerakan Islam di Jawa Barat lebih menaruh hati dan harapannya kepada Negara Pasundan, dikarenakan kebijakannya dan aturannya dinilai lebih cocok dengan prinsip politik mereka.

"Negara Pasundan justru dipimpin oleh orang-orang Islam yang dikenal taat, bahkan nyantri seperti R.A.A. Wiranatakusumah, sementara RI dipimpin oleh orang-orang yang Islamnya tidak jelas seperti Soekarno. Apalagi RI saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang perdana menteri Katolik-Komunis Amir Syarifudin. Justru kalau bukan Negara Pasundan yang menjadi pilihan A. Hassan, malah harus dipertanyakan konsistensinya". (Tiar Anwar Bachtiar).

Menyingkap Sejarah Awal Berdirinya Negara Pasundan Jilid I; Konflik Primordial Mang Karta dan Bau Politik Adu Domba Kaum Kolonial?

Sejarah berdirinya Negara Pasundan diproklamirkan pertama kali oleh Raden Adipati Aria Muhammad Musa Suria Kartalegawa (kita sebut Karta) pada tanggal 4 Mei 1947 di alun-alun Bandung. Karta lahir di Garut pada tanggal 26 Oktober 1897, dan pernah menjabat sebagai Bupati Garut pada periode 1928-1943. Konflik primordial yang digaungkan Karta -menurut sebagian kalangan-, merupakan salah satu latar belakang terbentuknya Negara Pasundan jilid I. Karena pada saat itu Soekarno mengangkat Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat yang bukan berasal dari kalangan Sunda. 

Melihat keadaan tanah jajahannya di Jawa Barat, Belanda pun menyokong dan menginisiasi berdirinya negara ini dengan cara mengerahkan armada truknya untuk mengangkut massa dari Bandung Timur dengan maksud agar mereka menghadiri deklarasi dan pidato Karta di alun-alun Bandung. Otak dibalik itu semua adalah Hubertus Johannes Van Mook (H.J. van Mook) yang merupakan seorang keturunan Belanda, dan lahir di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 30 Mei 1884. Salah satu strategi yang dilakukannya dalam mencegah gelombang revolusi Indonesia adalah dengan membentuk negara federal, agar basis kekuatan rakyat Indonesia terpecah-belah. 

Ketidakcakapan Karta dalam menghimpun masa pendukung, membuahkan kegagalan bagi berdirinya Negara Pasundan jilid I ini. Pihak Belanda yang memang menginginkan tegaknya "negara boneka" ini tidak sepenuhnya menaruh harapan kepada Karta, karena melihat rekam jejaknya selaku teknokrat yang korup dan oportunis. Di kalangan para pemimpin dan tokoh di Jawa Barat pun Karta tidak mendapatkan dukungan. Bahkan rakyat kala itu pun tidak menaruh simpati dan memiliki pandangan negatif kepadanya. Mereka menjuluki Karta dengan sebutan Suria NICA-legawa, sebagai sindiran atas kedekatan intim dan ketundukan Karta terhadap pemerintahan Hindia-Belanda.

"Untuk mengatasi kebuntuan ini, diadakanlah Konferensi Jawa Barat I tanggal 12-19 Oktober 1947 yang melibatkan para pemimpin Jawa Barat dari berbagai elemen. Penulis menduga (masih perlu dicarikan buktinya), pemimpin-pemimpin Persis seperti A. Hassan mendapat undangan dalam pertemuan ini. Karena kongres ini belum menghasilkan keputusan apa-apa, kemudian diselenggarakan Konferensi Jawa Barat II tanggal 16-20 Desember 1947 dan Konferensi Jawa Barat III tanggal 23 Februari-5 Maret 1948 yang akhirnya menyetujui didirikannya Negara Pasundan (versi baru) dengan walinya Raden Adipati Aria Wiranatakusumah (R.A.A. Wiranatakusumah)". (Tiar Anwar Bachtiar).

Kekecewaan Pasca Perundingan Linggarjati dan Renville

Setelah kekalahan Jepang di Perang Pasifik (Perang Dunia II), pihak Belanda masih bernafsu ingin menguasai kembali Hindia-Belanda (Indonesia). Belanda membawa sekutu untuk melancarkan nafsunya tersebut.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak otomatis menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat secara de facto dan de jure. Serangkaian perundingan di antara RI dan Belanda membahas lebih dalam mengenai status kemerdekaan Republik Indonesia. Pada akhirnya diadakanlah Perundingan Linggarjati pada tahun 1946. Beberapa isi perundingan tersebut mensahkan wilayah Republik Indonesia secara de facto berupa Sumatera, Jawa, dan Madura. Dan bentuk negara yang disetujui dalam perundingan tersebut adalah negara persemakmuran, bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) -yang salah satu bagiannya adalah wilayah kedaulatan RI-. Kelak RIS yang terletak di wilayah Asia Tenggara ini membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh Ratu Belanda saat itu, Wilhelmina.

"Wilayah ini menjadi semakin sempit sejak digelar perundingan Renville 17-19 Januari 1948 (PM Indonesia Amir Syarifudin). RI hanya diberi wilayah Banten, Yogyakarta, dan delapan keresidenan di Jawa Tengah. Belanda mengeplot sisanya menjadi negara-negara bagian yang nantinya akan digabungkan dalam persemakmuran Belanda, termasuk RI. Salah satu negara bagian yang disiapkan adalah Negara Pasundan". (Tiar Anwar Bachtiar).

Kekecewaan banyak dirasakan para pendukung republik  tatkala sebagian besar wilayah RI jatuh ke tangan Belanda, termasuk wilayah Jawa Barat. Banyak diantara mereka yang tidak setuju atas berdirinya Negara Pasundan ini. Namun pada kenyataannya -setelah kesepakatan Renville-, Jawa Barat sudah bukan bagian dari Republik Indonesia lagi, dan sah sebagai sebuah negara dalam wilayah kedaulatan Belanda dengan ide politik negara federalnya.

Salah satu tokoh pejuang nasional yang dijuluki sebagai Bapak Republik, Ibrahim (Tan Malaka), menyiratkan kekecewaannya dalam pidato tertulis yang ditujukan kepada panitia Kongres Rakyat Indonesia pada bulan Desember 1948.

"Setelah perjanjian Renville tercapai 1 Januari 1948 dan setelah diplomasi Belanda berhasil mengosongkan kantong di Jawa Barat dan Jawa Timur dengan ujung lidah saja, maka dengan memakai siasat "Fait Accompli" (keadaan/ketentuan yang harus dihapadi/diterima) dalam militer, ekonomi dan politik sambil merobek-robek dan memutar-balikkan perjanjian yang dibikinnya sendiri, maka kita sampai kepada perundingan terakhir ini dan mudah diputuskan baru-baru ini.

Ringkasnya: dalam perundingan terakhir ini siasat lama terus dijalankan, ialah perundingan dilakukan buat diperhentikan.

Di samping itu tujuan lama tetap dijalankan ialah memasukkan Republik ke dalam jajahan Hindia-Belanda dalam corak dan nama baru".

Dalam tulisannya yang lain, Tan Malaka mengungkapkan kekecewaannya secara langsung kepada Soekarno:
"Presiden Soekarno (yang walaupun atas desakan para pemuda Jakarta) pada 17 Agustus 1945 telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan di masa Jepang menciptakan (slogan, -pen) Amerika Kita Setrika, Inggris Kita Linggis serta dengan sandiwara membakar potret Van Der Plas (Roosevelt dan Churchill) -dengan Naskah Linggarjati dan Renville Principles- menerima kembali Mahkota Raja Belanda di samping mengakui modal asing baik yang langsung memusuhi, maupun yang tidak langsung memusuhi Republik".

"Tiadalah perlu presiden Soekarno di masa republik ini terus menerus menerima usul Inggris, yang sangat merugikan rakyat ialah menghentikan pertempuran di Surabaya dan Magelang serta usul dari pihak Belanda mengakui beberapa negara boneka dalam beberapa wilayah Republik Indonesia (NIT, Borneo, dll) dan sekarang menerima dan menjalankan usul Belanda mengosongkan kantong dan menarik 35.000 prajurit dari Jawa Barat dan Jawa Timur dan seterusnya menerima kembali mahkota Belanda, N.I.S dan Uni Nederland-Indonesia, jadinya membatalkan proklamasi 17 Agustus". 
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Definition List

Definition list
Consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.
Lorem ipsum dolor sit amet
Consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.
Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Ordered List

  1. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  2. Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  3. Vestibulum auctor dapibus neque.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Sample Text

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.