WORLDVIEW ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK MANUSIA TERHADAP ALAM SEMESTA

Oleh: Fian Sofian, Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Arab UIN SGD Bandung 

Dalam pandangan seorang muslim, ketika berbicara mengenai penciptaan alam semesta, maka tidak akan terlepas dari peran sentral Tuhan yang mereka sembah yaitu Allah SWT. Alam semesta yang terbentang di hadapan umat manusia merupakan dalil-dalil kawniyyah yang menjadi bukti akan eksistensi Sang Maha Pencipta. Namun sebelum memasuki tema Worldview Islam dalam Membentuk Akhlak Manusia Terhadap Alam Semesta—yang mengindikasikan bahwa agama Islam mengatur bagaimana caranya seorang muslim menyikapi fenomena alam semesta dan bagaimana seharusnya “bergaul” atau memanfaatkan alam sekitar, kita akan melihat bagaimana sikap manusia tatkala dihadapkan pada kebesaran alam semesta.  

Worldview atau weltanschauung, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab berarti ru’yatul Islam li al-wujûd, maka dapat kita definisikan sebagai perspektif Islam dalam melihat eksistensi alam semesta dan apa yang ada di sekitarnya. Namun bagi beberapa penulis, worldview atau weltanschauung merupakan bagian dari sebuah kepercayaan dan perasaan—yang berada dalam alam pikiran seseorang—yang berfungsi sebagai motor penggerak bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral di suatu masyarakat. Sehingga dengan kepercayaan tersebut, kehidupan seseorang dapat terarahkan dan terbimbing.1 

Bagi setiap muslim tentu meyakini bahwa 24 jam dari kehidupannya tidak akan terlepas dari keterkaitan antara dirinya dengan Allah SWT. Dalam Islam, aspek kehidupan yang diatur bukan hanya berkisar urusan ibadah di masjid, namun dari aspek terkecil—seperti urusan kamar mandi—sampai dengan aspek terbesar yang terkait dengan hajat hidup orang banyak pun diatur dengan sangat sempurna oleh Islam. Perasaan murâqabah2 inilah yang pada akhirnya mengarahkan seorang muslim pada pola kehidupan yang lebih baik, dikarenakan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.  

God in the Qur’anic weltanschauung does not subsist in His Glorious self-sufficing solitude and stand aloof from mankind as does the God of Greek Philosophy, but deeply involves in human affairs [Eksistensi Tuhan Yang Maha Agung dalam pandangan hidup Qur’ani tidak hidup dalam ketersendirian-Nya dan berjarak dari umat manusia sebagaimana Tuhan dalam pemahaman Filsafat Yunani, akan tetapi sangat berperan dalam urusan manusia].” (Izutsu, God and Man in the Qur’an, 100).3  

Ada dua poin dalam pembahasan mengenai akhlak manusia dengan alam, di mana poin pertama lebih melihat faktor internal dari manusia itu sendiri. Sementara yang kedua adalah faktor eksternal terkait bagaimana peran agama Islam dalam membentuk akhlak yang baik terhadap alam semesta. Penulis sengaja melebarkan permasalahan dan menghindari pembahasan tekstual mengenai dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah terkait materi yang diajukan, namun lebih kepada tujuan untuk melihat bagaimana konteks yang tengah terjadi saat ini dapat dikomparasikan dengan dalil-dalil syar’i. Penulis sangat meyakini bahwa aturan yang tertuang dalam ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits merupakan solusi yang relevan bagi kehidupan umat manusia sampai hari kiamat.  

Tentu kita ingat tatkala terjadi debat cawapres pada kontestasi politik beberapa bulan yang lalu, yang mengangkat tema tentang lingkungan hidup. Dari beberapa kontestan ada yang membawakan ayat ke 41 dari surat ar-Rum terkait kerusakan di muka bumi,4 ada pula kontestan yang mengajak untuk tobat ekologis.5 Namun tetap saja, kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah masih belum berpihak pada upaya pelestarian alam.  

  1. A. Karakteristik Manusia dalam Melihat Fenomena Alam Semesta  

Setidaknya ada beberapa sikap manusia yang tatkala dihadapkan oleh kebesaran alam semesta, ia menjadi seorang yang puitis, filosofis, dan bahkan semakin religius dengan meningkatkan kepercayaannya kepada Sang Pencipta alam semesta. Kita akan melihat tiga perbedaan karakteristik tersebut sehingga dari ketiganya terlahir beberapa golongan manusia yang pada muaranya akan bersikap berbeda pula dalam memanfaatkan alam semesta dan segala apa yang ada di dalamnya.  

Pertama, seorang sastrawan yang puitis tentunya akan menyampaikan pengalaman estetiknya tatkala menghadapi fenomena alam semesta berikut dengan segala isinya. Karenanya dalam sebuah karya sastra, hal yang merepresentasikan gambaran-gambaran dari kejadian alam semesta—yang dirasakan oleh seorang sastrawan—sehingga menjadi sebuah bentuk karya sastra yang indah adalah teori mimesis.6 Karya sastra dijadikan sebagai media dan sarana untuk mengabadikan pengalaman psikologis yang ia dapatkan dari alam semesta menjadi beberapa bait-bait sastra yang indah.  

Kedua, seorang filosof membentuk alam pikirannya dari sebuah ketakjuban tatkala menyaksikan alam semesta yang indah dan luas ini. Mohammad Hatta, tatkala menceriterakan kehidupan orang-orang Grik yang dipenuhi dengan nuansa dongeng dan tahayul, ia melandaskan bahwa hal tersebut timbul dari sebab penafsiran masyarakatnya akan adanya fenomena alam yang terjadi. Sehingga dari sana timbul ketakutan dan keheranan yang berujung pada penyembahan terhadap berbagai macam dewa-dewi bagi masyarakat Yunani kuno. Namun seiring berkembangnya zaman, rasa takut dan takjub tersebut berubah menjadi fantasi dan rasa keingintahuan yang mendalam akan rahasia alam semesta. Pada akhirnya banyak masyarakat yang bersikap ragu terhadap keadaan masyarakat yang penuh dengan dongeng dan tahayul, sehingga yang ada adalah sikap kritis yang memantik rasa ingin tahu lebih jauh. Dari rasa keingintahuan itulah muncul beragam pertanyaan dalam hati terkait dari mana datangnya alam semesta yang luas dan indah ini, dan sampai mana ujung muara alam semesta ini? Karenanya, Plato mengatakan bahwa filsafat itu timbul dari rasa takjub akan fenomena alam semesta. Sikap takjub dan keheranan tersebut diejawantahkan dengan beragam pertanyaan-pertanyaan kritis yang bahkan sampai saat ini terus dicari jawaban-jawabannya. Jawaban yang sudah ada disangsikan dan dipertanyakan kembali. Tatkala rasa heran menjadi serius, dan memantik penyelidikan selanjutnya, maka ia sudah menjadi seorang filosof.7  

Ketiga, seorang yang religius tatkala menghadapi kebesaran alam semesta ini, maka yang dilakukannya lebih dari sekedar sikap puitis dan filosofis. Ia akan mencari tahu siapa Pencipta alam semesta ini. Dalam menafsirkan tentang ayat kedua dari surat al-Fatihah, yaitu “Al-hamdu lillâhi Rabbilâlamîn (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam)”, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan, “Wa kullu man siwâ Allahiâlamun wa anâ wâhidun min dzâlika al-‘âlam (Dan segala sesuatu selain Allah adalah alam, dan aku adalah salah satu dari alam tersebut)”.8 

Memang sikap seperti inilah yang sejatinya dilakukan oleh orang-orang yang masih memiliki fitrah insani, ia akan mencari tahu siapa Pencipta alam semesta yang luas dan indah ini, dan bagaimana caranya ia mengenal Sang Pencipta tersebut. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga melanjutkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tak kalah filosofisnya dengan orang-orang Yunani kuno, tentang bagaimana kita mengenal Sang Pencipta dan Sang Pengatur alam semesta ini. Ia pun memberikan jawaban, bahwa cara kita mengenal Sang Pencipta melalui ayat-ayat dan makhluk-makhluk ciptaan-Nya seperti malam, siang, matahari, bulan, langit yang tujuh, bumi yang tujuh (lapisan), dan segala yang ada di dalam maupun di antara keduanya.9 Ia juga membawakan sejumlah dalil dari al-Qur’an surat Fushilat ayat 37, al-A’raf ayat 54, dan al-Baqarah ayat 21&22.  

Itulah tiga karakteristik manusia tatkala dihadapkan oleh fenomena alam semesta. Namun yang paling utama dari ketiga sikap tersebut, adalah bagaimana langkah selanjutnya agar kita semakin mengetahui siapa Pencipta alam ini. Dengan pengetahuan akan entitas metafisik yang dapat mengatur alam semesta ini, maka kita pun semakin paham hak dan kewajiban kita sebagai makhluk yang hidup di dunia ini. Dalam surat adz-Dzâriyât Allah SWT berfirman, “Wamâ khalaqtul jinna wal insa illâ liya’budûn (Dan Aku tidak mencipakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku)”. Makna dari beribadah kepada Allah, artinya adalah mengesakan Allah. Tidak ada lagi penyembahan terhadap makhluk-makhluk ciptaan-Nya seperti matahari, bulan, dan bintang gemintang. Dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 21, Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Al-Khâliqu li hâdzihi al-asyyâ’a huwa Al-Mustahiqqu lil ‘ibâdah (Sang Pencipta segala sesuatu inilah yang berhak untuk diibadahi)”.10 

Masih terkait dengan bagaimana seorang filosof dan seorang muslim religius memandang alam semesta, keduanya sepakat akan eksistensi mengenai Sang Wujud metafisik yang menjadi Sebab bagi terjadinya alam semesta ini. Namun dalam membuat pendefinisian akan hal tersebut, para filosof muslim seperti Imam al-Ghazali menyisipkan sebuah argumen yang menguatkan eksistensi Sang Pencipta atau Tuhan. Baginya, setiap hasil perbuatan yang dirancang pasti berasal dari pelaku yang kuat. Dunia dan alam semesta ini adalah perbuatan yang dirancang dan ditata dengan sangat baik, karenanya bisa dipastikan ia berasal dari Pelaku yang kuat. Atau dalam hal ini banyak penulis menyebutkan tentang terminologi Prima Causa (Sebab Utama) menurut perspektif al-Ghazali, yang disandarkan pada wujud Satu Tuhan (al-Wahdâniyyah atau at-Tawhîd).  

كل حديث فلحدوثه سبب، والعالم حديث فيلزم منه أن له سببا  

“Setiap makhluk ciptaan itu memiliki Sebab pada awalnya. Dan dunia ini adalah makhluk ciptaan yang mengharuskannya memiliki Sebab yang menciptakannya”.11 

Terlihat dengan jelas bagaimana para filosof muslim sekaliber al-Ghazali mencoba menggeser terminologi tentang causalitas (sebab-akibat), menjadi al-Khaliq wa al-makhlûq (Sang Pencipta dan yang diciptakan) dalam sebuah konsep monoteisme atau tauhid.  

  1. B. Ajaran Islam Mengenai Akhlak Manusia Terhadap Alam Semesta 

Sebelum kita masuk pada paparan mengenai beberapa dalil yang mengatur antara hubungan manusia dengan alam lainnya—yang secara tekstual sudah banyak dibahas oleh beberapa kalangan, namun dalam konteks saat ini akan sangat relevan jika teks-teks dalil tersebut menjadi solusi bagi konteks permasalahan umat manusia. Tantangan-tantangan kehidupan seperti climate change (perubahan iklim), global warming (peningkatan suhu), deforestasi, eksploitasi tambang dan mineral secara tamak, sampai munculnya bencana alam yang disebabkan oleh tangan-tangan jahat kaum kapitalis tersebut akan coba kita hubungkan dengan bagaimana pandangan hidup dan akhlak seorang muslim terhadap alam semesta.  

Allah SWT berfirman dalam surat ar-Rum ayat 41, “Dzahar al-fasâdu al-barri wa al-bahri bimâ kasabat aydi an-nâsi liyudzîqahum ba’dha al-ladzîamilû la’allahum yarji’ûn (Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan dari [akibat] perbuatan mereka, agar mereka kembali [ke jalan yang benar])”.  

Abu al-‘Aliyah mengatakan, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi, maka sejatinya ia telah berbuat kerusakan di muka bumi. Karena sejatinya terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan kepada-Nya. Oleh karenanya terdapat sebuah hadits yang menyebutkan, ‘Sesungguhnya hukuman yang ditegakkan di muka bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapatkan hujan selama empat puluh hari berturut-turut’. Hal itu disebabkan bahwa tatkala hukum ditegakkan, maka manusia atau kebanyakan dari manusia akan berhenti melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang dan kemaksiatan. Maka mereka berhak mendapatkan keberkahan dari langit dan keberkahan di bumi”.12 

Dalam tafsir dijelaskan secara eksplisit bahwa ada keterkaitan antara ketaatan kepada Allah SWT, terpeliharanya kelestarian alam, dengan hukum yang ditegakkan di antara manusia. Maka mafhum mukhâlafah-nya tatkala terjadi kerusakan alam, ketidakseimbangan ekologis, climate change, global warming, bencana banjir, longsor, bahkan sampai dengan terjadinya tornado yang meluluhlantakkan beberapa daerah di Jawa Barat beberapa bulan lalu, maka bisa dipastikan bahwa entah itu penyelenggara negara, masyarakat, dan pihak-pihak yang terkait sedang bermaksiat kepada Allah SWT, dan tidak adanya hukuman yang ditegakkan bagi terjaganya keseimbangan dan kelestarian alam. Wâllahu a’lam bi ash-shawwâb.  

Footnote 

  1. 1. Hamid Fahmy Zarkasyi, Rasional Tanpa Menjadi Liberal, INSISTS [Jakarta, 2021], hal. 350. 

  1. 2. Murâqabah adalah sebuah keyakinan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, atau definisi lain dari al-Ihsân. 

  1. 3. Nirwan Syafrin, Prosiding Basis Worldview Syariah Islam, Kantor INSISTS [Jakarta, 2022], lbr. 5. 

  1. 4. Lihat www.cnnindonesia.com Mahfud Kutip Ayat Al Quran soal Kerusakan Alam di Debat Cawapres. Diakses pada tanggal 31/03/24 Pukul 20.29 WIB. 

  1. 5. Lihat www.cnbcindonesia.com Cak Imin Ajak Tobat Ekologis, 15.000 Ilmuwan Sepakat Kiamat Kian Dekat. Diakses pada tanggal 31/03/24 Pukul 20.34 WIB. 

  1. 6. Iftitah, Teori Kesusastraan Arab, Cantrik Pustaka [Yogyakarta, 2022], hal. 13. 

  1. 7. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Rosda [Bandung, 2021], hal. 1&14-5. 

  1. 8. Muhammad bin Abdul Wahhab, Buku Saku Akidah, Daar Ibnu ‘Abbas [Jember, 1433H], hal. 9. 

  1. 9. Ibid. 

  1. 10. Ibid., hal. 12. 

  1. 11. Hamid Fahmy Zarkasyi, Kausalitas: Hukum Alam atau Tuhan, Unida Gontor Press [Ponorogo, 2018], hal. 127-9. Lihat https://www.historislam.com/2023/11/filsafat-dan-intelektualitas.html?m=1 Diakses Tanggal 25/03/2024 Pukul 11.20WIB. 

  1. 12. Aplikasi Quran for Android Tafsir Ibnu Katsir. Lihat www.ibnukatsironline.com Tafsir Surat ar-Rum Ayat 41-42 Diakses Tanggal 01/04/24 Pukul 06.04. 

Daftar Pustaka  

Abdul Wahhab, Muhammad bin. 1433 H. Buku Saku Akidah. Jember, Daar Ibnu ‘Abbas.  

Iftitah, Iftitah. 2022. Teori Kesusastraan Arab. Yogyakarta, Cantrik Pustaka.  

Syafrin, Nirwan. 2022. Prosiding Basis Worldview Syariah Islam. Jakarta, INSISTS.  

Tafsir, Ahmad. 2021. Filsafat Umum. Bandung, Rosda.  

Zarkasyi, Hamid Fahmy. 2018. Kausalitas: Hukum Alam atau Tuhan. Ponorogo, Unida Gontor Press.  

______________________. 2021. Rasional Tanpa Menjadi Liberal. Jakarta, INSISTS.  

Website:  

Aplikasi:  

Quran for Android. 

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Definition List

Definition list
Consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.
Lorem ipsum dolor sit amet
Consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.
Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Ordered List

  1. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  2. Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  3. Vestibulum auctor dapibus neque.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Sample Text

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.